Popular Posts Today

Diberdayakan oleh Blogger.

Kesedihan Yang Mematikan

Written By Emdua on Rabu, 07 Maret 2012 | 05.40

Kesedihan Yang Mematikan Kesendirian tak hanya berbuah kesedihan. Hasil penelitian terbaru mengungkap bahwa kesendirian bisa memacu penyakit kronis hingga memicu kematian lebih cepat.

John Cacioppo dari University of Chicago melakukan penelitian tentang efek biologis kesendirian. Ia memaparkan hasil penelitiannya di ajang Social Psychology and Perception Meeting di San Diego, Februari lalu.

Berdasarkan hasil penelitiannya, Cacioppo mengungkapkan bahwa kesendirian bisa berdampak pada pengerasan arteri, memicu tekanan darah tinggi, pembengkakan tubuh dan masalah ingatan.

Cacioppo juga menganalisis perubahan sistem kekebalan tubuh pada orang yang diisolasi. Spesifiknya, peneliti meneliti ekspresi gen tertentu pada pribadi yang mengalami kesendirian.

Ilmuwan menemukan bahwa gen yang terkait pembengkakan dan aktivasi sistem kekebalan siekspresikan berlebihan. Sementara, gen lain yang terkait kkebalan virus dan produksi antibodi kurang diekspresikan.

Ditemukan pula bahwa sistem kekebalan tubuh pribadi yang mengalami kesendirian cenderung fokus menyerang bakteri. Akibatnya, pribadi ini lebih rentan pada serangan virus serta penyakit yang terkait.

Pada tingkat hormonal, kesendirian merangsang sekresi hormon kortisol, kesendiriang menimbulkan tekanan darah tinggi serta menyebabkan serangan jantung. Kesendirian juga mengurangi kualitas tidur.

"Kesendirian bisa menimbulkan hiperreaktifitas pada perilaku buruk orang lain, jadi orang yang kesepian melihat perlakuan itu lebih dalam. Ini membuatnya jatuh lebih dalam pada perasaan kesepian," kata Cacioppo seperti dikutip Livescience, Jumat (2/3/2012).

Pada pribadi yang mengalami kesendirian atau kesepian, Cacioppo mengatakan bahwa upaya terbaik adalah adalah melatih kemampuan sosial tertentu sehingga melihat dunia lebih positif serta memupuk kemauan untuk berbagi.
05.40 | 0 komentar | Read More

Layanan Tradisional di Rumah Sakit

Written By Emdua on Selasa, 06 Maret 2012 | 08.10

Layanan Tradisional di Rumah Sakit  Meskipun  55 persen penduduk Indonesia menggunakan ramuan tradisional  untuk memelihara kesehatannya, dan sebesar 96 persen mengakui ramuan tradisional yang digunakan sangat bermanfaat bagi kesehatan namun hingga saat ini baru sedikit rumah sakit atau dokter yang mau memadukan layanan herbal dengan kedokteran modern.

Padahal, amanat UU 36 tahun 2009 tentang kesehatan menyebutkan bahwa pelayanan tradisional masuk sebagai bahagian dari 17 pelayanan kesehatan.
"Memadukan pelayanan kesehatan yang konvensional dan tradisional di rumah sakit bukanlah perkara mudah," ucap Dr. Slamet Riyadi Yuwono, selaku Direktur Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan, saat acara temu media, di Gedung Kementerian Kesehatan, Jumat (2/3/2012).

Slamet mengatakan, diperlukan sebuah diskusi yang panjang untuk dapat memadukan pelayanan kesehatan tradisional di dalam rumah sakit terutama kepada para guru besar dan dokter.  "Karena mereka sudah bertahun-tahun ilmunya diajari dengan evidence based, sehingga untuk menerimanya butuh upaya pembuktian ilmiah supaya bisa diterima oleh kaum ilmuwan," tambahnya.

Sementara itu Dr. Abidinsyah Siregar, Direktur Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA mengungkapkan bahwa tidak sulit sebenarnya untuk mengintegrasikan pelayanan kesehatan tradisional di seluruh tingkat fasilitas layanan kesehatan.

"Kita cuma butuh waktu antara lain perlu sosialisasi dan penjelasan bahwa ini sudah diamanatkan Undang-undang. Kalau sudah diamanatkan Undang-undang kan berarti sudah permintaan masyarakat dan harus disediakan," jelasnya.

Integrasi pelayanan diartikan sebagai penggabungan sebagian atau seluruh aspek pengobatan tradisional yang akan memberikan manfaat atau khasiat pengobatan yang lebih baik (sebagai komplementar-alternatif) pada pelayanan kesehatan disemua tingkatan fasilitas kesehatan, termasuk aspek regulasi, pembiayaan, serta kebijakan mengenai penyelenggaraan pelayanan dan obat yang digunakan.

"Dalam rangka penyediaan layanan pengobatan tradisional di seluruh tingkatan fasilitas kesehatan kita harus mulai membangun manajemen, organisasi, melatih tenaga kesehatan, menyusun norma, standar, pedoman dan regulasi. Inilah yang memakan waktu," ungkapnya.

Abidinsyah melanjutkan, jika pelayanan kesehatan tradisional sudah dapat diintegrasikan ke seluruh tingkatan fasilitas layanan kesehatan (rumah sakit atau puskesmas), maka penegakkan diagnosa tetap harus dilakukan secara konvensional. Misalnya dengan pemeriksaan darah di laboratorium.

Tetapi perbedaannya, pilihan terapi yang diberikan dokter bisa beragam yakni dapat berupa konvensional saja, konvensional plus komplementer atau murni alternatif.

"Terapi dapat diberikan oleh dokter yang telah memiliki sertifikat kompetensi dan tenaga kesehatan yang mendapat pelatihan khusus di bidang tradisional komplementer," ucapnya.

Abidin menambahkan, meski kini pelajaran tentang herbal sudah di masukkan ke dalam kurikulum kedokteran, tetapi hal tersebut dianggapnya masih belum cukup. "Pengajaran di fakultas kedokteran tidak menjelaskan cukup banyak tentang herbal. Oleh karena itu kita berharap, para dekan di Indonesia mendorong supaya materi pengajaran soal herbal ditambah," tutupnya.
08.10 | 0 komentar | Read More
techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger